Benih yang Ku Sebar di Kepala



Hari ini aku menyadari, bahwa ada banyak sekali jenis perasaan di hati. Bukan hanya hitam dan putih, tapi juga abu-abu merah dan biru. Aku dulu mungkin tidak terlalu paham dengan gejolak yang ada di hati, ku pikir bunga, ternyata belukar, tapi muaranya sama. Perasaan itu tumbuh, jika tidak disirami akan layu. Muaranya sama, cinta. Cinta bukan hanya jenis perasaan kepada seorang laki-laki dan ingin menjadikannya suami, tapi cinta yang lebih luas dari itu yang bisa merangkul laki-laki dan perempuan, mulai dari anak kecil hingga yang sudah tua. Aku merasakan semua itu. Selama ini mungkin aku terlalu naif, bahwa cinta itu hanya melulu tentang perasaan pada seorang laki-laki, padahal transformasinya ada berjuta-juta, ada rasa kagum, sayang, menghargai yang semuanya itu ada di dalam hati dan rasa hangat yang sama. Bahkan cinta itu seperti aku bisa mencintai orang yang tidak pernah kutemui namun kudengar ceritanya setiap hari. Orang yang aku baca  tulisan dari  buku atau karyanya, orang yang ditulis dalam sejarah bahwa ia membawa kebaikan, dan ketika bicara lebih tinggi lagi adalah, aku, atau kita bisa mencintai sesuatu yang tidak pernah kita lihat secara dzohir tapi bisa kita rasakan Dia selalu membersamai. Benar, Allah.

Adakalanya memang aku merasa fakir, fakir terhadap cinta. Aku merasa membutuhkan sandaran pada manusia, mungkin Allah menegurku dan membuatku menyadari bahwa sandaran itu hanya Dia. Mungkin sampai aku benar-benar memahami untuk menguatkan hatiku kepadanya baru aku akan dipertemukan dengan seseorang yang telah di tuliskan untuk ku itu.

Kembali pada perasaan yang dihati, akhir-akhir ini aku merasakan aku sedang jatuh cinta. Jatuh cinta pada orang-orang yang aku temui cukup sering di bulan ini. Mereka ini membuatku frustasi, sempat aku merasa gagal dan termenung sepenjang perjalanan yang akhirnya membuatku merasa lemas dan sakit karena mengkhawatirkan esok apa yang harus kulakukan untuk mereka. Saat bertemu, aku sering tersenyum akan sikap mereka yang memang lucu, pelukan bilang jangan pergi, kata-kata manis yang aku dengarkan dan sikap sok gengsi khas usia mereka. Aku merasakan bahwa sepertinya aku mencintai mereka, aku menyayangi murid-muridku, mendoakan yang terbaik untuk mereka. Saat tiba pada sebuah perasaan dimana terkadang aku takjub merasakan apa yang ada di hatiku ketika melihat tingkah lucu mereka, seperti perasaan aku ingin bersama mereka lebih lama karena aku telah punya tekad untuk segera keluar.


Kadang aku masih tersenyum dijalan ketika pulang, Allah membuat mereka menjadi begitu baik. Ada yang suka mencari perhatian, ada yang manis sekali cara berbicaranya, ada yang malu-malu gengsi khas anak laki-laki, ada juga yang memiliki hati baik namun tidak terlalu bisa mengekspresikannya. Mereka terlihat sangat kompleks. Kadang aku bingung bagaimana menangani mereka, namun aku bersyukur. Sangat bersyukur bahwa Allah mempertemukanku dengan mereka.

Umur mereka 8 - 9 tahun, berinteraksi dengan mereka membuatku banyak belajar dan membuatku banyak mengingat masa lalu. Bahwa meski usia ku saat itu masih kecil, namun fikiranku telah jernih. Apapun yang dilakukan orang dewasa disekitarku, aku mengingatnya dengan sangat jelas, bahkan menirunya. Bentakan, makian, ejekan, pilih kasih, semua hal buruk itu masih ku ingat hingga hari ini, hal itu menemaniku tumbuh dewasa. Maksudku adalah walaupun masih kecil, aku tidak mudah lupa, begitupun mereka. Mendidik anak itu mungkin benar-benar tidak mudah, seperti apapun yang kita lakukan kita seperti menanam benih di kepala mereka, di ingatan mereka yang suatu saat akan tumbuh menjadi pohon raksasa. Apapun perlakuan buruk itu mungkin mereka akan mengingatnya seumur hidup, maka dari itu aku berusaha sebaik mungkin sebisaku untuk tidak memberikan benih yang buruk dikepala mereka dengan sikapku.

Pelajaran yang bisa kuambil dari kisah hidupku adalah jangan meremehkan orang lain, tidak peduli berapapun usianya, status sosialnya. Perlakukan mereka sebagai manusia yang utuh, meskipun itu hanya anak kecil. Mereka butuh di dengar, dan diajari dengan cara yang baik yang mungkin mereka tidak sadar bahwa sedang diajari. Mungkin iya benar, kita nggak mampu untuk memaksa orang lain bertindak sesuai kemauan kita, sekalipun mereka melakukannya mungkin mereka akan melakukan itu dengan hati yang kesal dan terpaksa, tapi kita selalu bisa memberikan bibit-bibit kebaikan itu di kepala mereka sehingga tanpa kita suruhpun mereka akan melakukannya karena bibit itu telah bertunas menjadi pemikiran-pemikiran yang baik. Istilah umumnya, menggiring opini mereka.

Tentu kita tidak tau pohon apa yang akan tumbuh. Aku tidak tau pemikiran apa yang akan tumbuh pada otak mereka, hanya saja aku ingin memberi benih yang paling baik sehingga mereka hanya  menyemai hal-hal baik. Itu bentuk rasa cintaku pada mereka.

Dan seperti kebanyakan orang bilang, jika ada pertemuan tentu ada perpisahan. Adanya perpisahan itu mungkin membuat pertemuan menjadi sangat menarik, karena tau waktu sangat terbatas. Ya, begitulah hidup. Kita hanya menjalani takdir yang indah.
Ponorogo, 11 September 2019
Rizka Ulfiana, 21th
Menjadi seorang Guru

Komentar