Interaksi dalam Sunyi



Aku terpaku, rasanya candu. Melihat gadget, menundukkan kepala hanya untuk mengecek aplikasi yang terpasang. Sebentar di letakkan, scrolling lagi hingga lupa waktu. Aku menyadari candu ini disebabkan karena aku sedang mencoba mungkin ada yang bisa kutemukan. Apa yang kucari? Entahlah. Interaksi mungkin, sesuatu yang akhir-akhir ini tak bisa kurasakan langsung.

Maksudku, aku punya teman-teman yang kutemui dalam nyata tapi harus terpisah jarak yang lumayan lama jika harus ditempuh dengan perjalanan darat, ya hanya bisa dihubungi lewat pesan singkat, pesan langsung, atau kalau bisa pesan suara maupun video call. Semua hal dengan teknologi. Tetap saja, masih menyisakan lubang dihati, karena tak ada yang bersentuhan langsung dengan dunia nyata. Kenapa ya, teknologi ternyata masih meninggalkan cacatnya.

Orang-orang yang kutemui langsung, tanpa perantara maya atau teknologi, adalah sebuah anugrah itu sendiri. Hanya untuk bertemu dan sekedar duduk mengobrol bertanya apa kabar. Bertanya apa yang mereka lakukan seharian. Jika beruntung bisa mendapatkan percakapan dalam tentang politik, alam semesta dan agama yang membuatku merasa begitu hidup. Charger. Sayangnya aku belum menemukan nya di kota ini. Entah, mungkin karena belum ada kepentingan yang saling menabrak atau bersinggungan. Mungkin karena belum ada project yang mengharuskan mau tidak mau harus berinteraksi. Entah, apa yang sebenarnya aku cari?

Bertemu dengan orang-orang baru mungkin memang penting, merasakan kebaikan-kebaikan baru hingga akhirnya benar-benar menjadi seorang teman. Kupikir aku sudah cukup dewasa sehingga tidak terlalu membutuhkan teman. Ternyata tidak peduli berapa usianya, yang namanya interaksi tetap dibutuhkan selama masih di dunia ini. Mungkin sunyi bukan berarti tak ada suara lagi, mungkin suara itu, keramaian itu sendiri yang disebut sunyi.

Aku mencoba mencari apa makna dalam hidup? Aku mulai memetakan apa yang bisa kulakukan, apa yang harus ku kerjakan. Pada akhirnya, itu hanya tulisan-tulisan berdebu yang menempel di dinding. Kadang bersemangat, kadang tidak. Bodohnya aku mencoba untuk lari dari sesuatu yang kurencanakan sendiri. Aku futur mungkin. Aku sedang turun.

Aku sangat berharap bahwa hidup akan naik, Allah akan membukakan hidayah untukku agar aku berubah menjadi orang yang lebih baik lagi. Lebih bermanfaat lagi untuk sesama dan memberi banyak hal baik untuk orang lain. Bersyukur atas segala kenikmatan yang hingga hari ini masih diizinkan untuk diberikan, dan yang terakhir di izinkan Allah untuk menikmati semua kerinduan ini, kerinduan yang tak hanya bisa diselesaikan dengan berinteraksi dengan manusia, dengan makhluknya, tapi dengan pencipta manusia yang mencintai hamba-hambaNya.

Ponorogo, 27 September 2019
RU, 22th

Komentar