Saat Hidup Terasa Memuncak



Adakalanya hidup itu kadang seperti titik puncak, entah kebahagiaan maupun kesedihan. Kekecewaan, keputus-asaan maupun semangat yang menggebu-gebu. Banyak ya perasaannya. Kadang sampai juga di titik jenuh. Merasa bahwa selama ini hanya melakukan yang sia-sia. Bukankah di dunia ini tidak ada yang sia-sia? Memang, namun jika kekecewaan itu memuncak, ia bagai bom yang meledakkan fikiran-fikiran bahwa yang dilakukan tak ada gunanya. Kenapa ya kok muncul fikiran-fikiran tersebut? Mungkin saat itu memang sedang kehilangan makna dari mengapa sampai saat ini masih melakukan hal yang sama.

Ada hari dimana menahan diri kadang sangat melelahkan, tak perlu menunjukkan pada siapapun bahwa ia kuat, tak perlu membuktikan bahwa ia tidak lari dari masalah, tak apa menjadi seseorang yang lemah, tapi hei, memang semua “pencitraan” itu untuk siapa? Bukankah itu dilakukan untuk diri sendiri, bukankah semua pembuktian itu memang untuk menunjukkan pada diri sendiri bahwa ia cukup kuat menghadapi semuanya? Tak menyenangan melepaskan kendali diri, sangat tak mudah menghadapi situasi diri yang meluapkan apa yang selama ini ditahan, itu sama sekali bukan solusi.

Jika seperti itu, memang masalahnya dimana? Masalahnya itu ada di dalam diri, tentang kendali yang dilakukan mungkin memang sedang lemah karena gak bisa menuntut diri untuk kuat terus menerus. Biarkan ia mengendor sedikit untuk kemudian menarik kembali, dengan begitu kekuatannya akan kembali maksimal lagi. Memang tidak bisa menuntut untuk terus menjadi baik, tapi itu semua bisa di usahakan, dan Allah sangat tau usaha yang dilakukan. Seberapa besar perjuangan untuk tidak kehilangan kendali.

Jangan marah pada keadaan meski kadang merasa sangat berhak. Jangan terus merasa lelah meski rasanya sakit hingga ke tulang. Adakalanya memang waktu untuk jatuh, tapi Allah selalu memberi kesempatan untuk berdiri lagi. Tak apa bersakit-sakit dulu, barangkali menemukan kenikmatan pada rasa sakit itu sendiri. Hanya percayalah, bahwa apa yang dilewati ini tidak dilakukan sendiri, melainkan ada Allah yang selalu menemani. Jangan bosan dengan semua hal yang mungkin dianggap remeh orang lain, selama tau itu bermanfaat dan itu sebuah kebaikan, mungkin dari sana mendapat keberkahan yang berlipat lipat. Mungkin dari sana sumber kebaikan yang akan datang dari berbagai arah dan bertubi-tubi. Percayalah, bahwa tak ada kebaikan yang sia-sia.

Beri waktu diri untuk rebah, asal jangan lengah. Beri kesempatan untuk berkeluh kesah dan jeda dari mimpi yang mungkin goyah. Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja. Pada akhirnya kita akan kembali menjalaninya lagi, pada akhirnya yang terjadi ya tetap terjadi. Di dunia ini hanya bertugas untuk menjalani, semua alur ceritanya, Allah yang menyiapkannya. Allah yang membasuh hati untuk siap di gunakan lagi. Bangun percaya dalam diri kembali, dan bangunkan mimpi yang tinggi, meski pada akhirnya terseok-seok, diri tau bahwa ia sedang menjalani tugas mulia sebagai seorang hamba yang berusaha.

Ponorogo, 28 September 2019
Rizka Ulfiana, 22th

Komentar