Baik akan bicara tentang attitude,
dan victim blamming.
Hai, sudah lama tidak menulis untuk blog, kali ini aku share
pengalaman sedikit tentang sesuatu yang sebenarnya ada disekitar kita, kadang
kita menganggapnya biasa. Itu bagi yang hanya mengamati, namun bagi yang
menjalani itu sangat tidak adil.
Itu adalah victim blaming.
Ketika orang lain tertimpa sebuah ujian misalnya, kadang
kita bandingkan ujiannya dengan ujian orang lain, bahwa ada orang yang hidupnya
lebih berat, alih-alih menghibur semua itu akan membuat orang yang sedang diuji
itu merasa mereka sedang diremehkan kesabarannya, diremehkan kesedihannya.'
Tau nggak, kadang kita nggak perlu lo melakukan semua itu,
sebenarnya cukup kita menghargai apa yang mereka lakukan dan menyemangati
dengan kata sabar ya, semangat ya, itu sudah cukup. Boleh menghibur, tapi
jangan sampai menyinggung mereka. Kita mungkin tidak bisa membantu mereka
secara materil, tapi kita bisa membantu secara moril. Secara attitude.
Ketika ada orang kemalingan misalnya, kita bilang “wah,
mungkin bapak kurang sedekah ini pak, sampai kemalingan gini”. Jika ada orang
di bully karena dia pendek dan mengadukan kesedihannya pada kita misalnya, kita
berkata “kamu dulu mungkin nggak dapat gizi yang baik sih, makanya nggak bisa
tinggi”, ketika ada yang mengalami bencana alam, kita bilang “wah maksiat
disini terlalu banyak kali, makanya ada adzab”.
Gimana?
Benar sih yang kita omongkan itu mungkin adalah sebuah fakta bagi kita, tapi jika kita yang ada diposisi itu apakah kita senang mendengar kebenaran yang seperti itu. Mungkin kita akan menjawab “SUDAH TAU!”. Bukannya membantu luka karena cobaan, malah menambah luka moril.
Kita enteng saja ya mengatakan itu pada “victim”, pada
korban. Its okay kalau alasannya untuk bahan muhasabah diri, tapi mbok ya biarkan kita ngomong kayak gitu
ke diri kita sendiri, bukan menyalah-nyalahkan orang lain. Bukan menuduh-nuduh
orang lain yang berbuat dosa meskipun iya. Itupun jika mereka benar
melakukannya, jika mereka tidak melakukan hal itu dan itu benar-benar hanya
sebuah ujian dari Allah untuk mengangkat derajat mereka? artinya kita sedang
menuduh sesuatu yang bukan haq lo.
Sekali lagi, ini moral. Moral kita yang selalu meremehkan
perasaan orang lain ketika kita menyampaikan apa yang kita anggap benar. Jika tidak
bisa membantu, mbok ya jangan
menyalahkan. Mbok ya jangan mengungkit-ungkit luka lama bahkan menghina. Jika tidak bisa menguatkan hati para korban
mbok ya diem aja atau bilang ikut berduka meski hati menuduh-nuduh.
Misal pula di sebuah kota ketika malam hari tiba-tiba ada
singa yang lepas dari kebun binatang berkeliaran, apakah kita akan menyalahkan
orang yang keluar untuk belanja dimalam hari karena kelaparan namun justru terluka
karena singa itu? Kita bilang, “ya itu resiko, siapa suruh keluar malam saat
singa lepas”. Alih-alih menyalahkan singanya atau orang yang lalai yang membuat
singa lepas.
Dimana moral kita? Dimana empatinya?
Mbok ya dari situ
singanya ditangkap, atau setidaknya kita bilang pada keluarga korban bahwa kita
ikut berduka cita, dan apa yang dilakukan oleh singa itu tak berperi kehewanan,
kita tau mereka terpaksa karena kelaparan, kita besarkan hati mereka, bukan
menyalahkan.
Biasakan berempati, bukan menghakimi kebodohan orang lain. Menghakimi
kesedihan orang lain, karena jika kita berada di posisi seorang korban dan
melihat banyak orang yang menyalahkan kebodohan kita, mungkin dengan hati yang
masih terluka itu kita bilang “SUDAH TAUUU!”
Ponorogo, 13 Desember
2019
RU, 22 th
Drama olsop
Komentar
Posting Komentar
silahkan memberi kritik dan saran yang membangurn