Bertubi-tubi Kulalui




Akhir-akhir ini aku merasa bahwa ada banyak sekali hal-hal yang aku yakini dulu di uji keteguhannya. Mungkin Allah ingin mengingatkanku agar mempraktikan teori, gak hanya ngomong aja.

Mungkin berkali-kali aku diingatkan tapi aku yang nggak paham-paham. Aku yang pandir dan bebal. Ada banyak hal yang kutemui seakan memberi nasehat kepada atas segala hal yang kuhadapi, sering kali aku menyangkal namun seringnya aku menghela nafas, berfikir sepertinya aku telah lagi-lagi salah.

Ada keyakinan yang kadang terdengar seperti sebuah niat yang baik, namun ternyata aku menyisakan kesombonganku. Aku lupa melibatkan Allah disana pada celah kecil itu, sehingga hari ini aku harus menghadapi segala hal itu yang rasanya bertubi-tubi, hingga aku berfikir bahwa aku tak kuat untuk menanggungnya. Aku meragukan segala hal dalam diriku, tentang apa yang selama ini menjadi prinsipku. Jangan-jangan aku juga menyisakan celah kecil untuk penyakit dibalik semua niat baik yang coba aku terapkan.

Katanya harus memperluas jangkauan agar doa mudah dikabulkan, namun ketika ku tanya sendiri dalam diriku, apa jangkauan yang bisa ku luaskan, ku jawab tak ada. Aku tak mau membuat-buat alasan yang sebenarnya tak ada dalam diriku, benar bahwa aku menginginkan kebaikan itu hanya untuk diriku sendiri, aku mengakui bahwa aku masih se-egois itu. Itu sebabnya banyak hal besar yang rasanya sulit sekali untuk digapai.

Aku tak memiliki tujuan, karena tiap tujuan yang aku buat, ku sisipkan kebodohan-kebodohan penyakit dalam hatiku, aku takut membuatnya lagi. Aku merasa bahwa apa yang kumiliki ini sudah sangat nikmat, jika aku meminta lagi bukankah aku tidak tau diri? Tapi aku manusia! Aku bukan seorang yang sebegitu baiknya hingga tak memiiliki apa-apa untuk diminta. Aku manusia yang kadang ambisi ku hanya sebuah keduawian. Aku sadar betul, itu sebabnya aku tau mungkin Allah mengujiku untuk mempersiapkan aku menjadi orang yang pantas memegang itu.

Ada titik puncak dimana kadang aku banyak membenci keadaan dan akhirnya menyalahkan diriku, aku sadar betul bahwa aku salah selama ini, itu sebabnya berkali-kali ku katakan bahwa tak seharusnya aku seperti itu. Aku takut jika apa yang selama ini kubangun, kuhancurkan sendiri karena kebodohanku atau ketidak-sabaranku menghadapi kerikil-kerikil yang menyakitkan juga di kaki.
Aku takut menjadi orang yang bodoh, orang yang sudah tau nikmatnya iman tapi melepaskannya karena keduniawian. Aku takut sebodoh itu. Keadaan kanan dan kiri kadang menjungkalkanku dan menggerusku untuk kembali menjadi diriku yang egois, mungkin itu juga sebuah ujian keistiqomahan. Ujian datang dari orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Lagi-lagi karena ucapan yang pernah ku katakan tanpa meminta izin dulu kepadaNya.

Aku tidak tau hidup akan membawaku kemana. Saat ini rasanya aku tak lagi memiliki apa yang harus dikejar. Banyak cerita pelajaran hidup yang membuatku merasa harus berdamai dengan keduawian, tapi tetap saja, lingkunganku kadang sulit untuk menerima bahwa apa yang ku lakukan ini tak memiliki manfaat dimata mereka.

Kadang suka ngebayangin bahwa apa yang aku lalui ini sebenarnya remeh banget, alias ga ada apa-apa nya sama orang-orang yang melalui banyak hal dengan tidak mudah. Mereka berjuang lebih sulit dan lebih berat dibandingkan dengan gejolak batin yang saat ini aku rasakan. Meskipun mengingat itu semua, tetap saja ya, apa yang dirasakan itu tetap terasa sakit, meski tau banyak orang yang lebih sakit, tak serta merta menghapuskan segala kesakitan yang kita, atau aku lebih tepatnya, rasakan. Hal yang harus digaris bawahi adalah pemahaman bahwa ada yang merasakan lebih sakit, akhirnya dari rasa sakit itu paham bahwa ini lebih mudah dari orang lain dan juga membiasakan diri untuk menghadapinya. Bukan, bukan perkaranya jadi mudah, tapi terlihat lebih mudah untuk dilalui. Kesiapan untuk mengahadapinya berbeda dengan sebelum paham kalau ada orang yang lebih sulit. Paham ga sih? Hehe
\
Segal hal itu mungkin awalnya memang sakit, tapi lama-lama pelan-pelan bisa mulai berdamai dengan diri sendiri atas segala hal yang mungkin bukan rezekinya disana dan ga bisa menuntut apa-apa. Wong kita hidup sampe hari ini aja ya dikasih kok, masa mau menuntut Tuhan buat terus mengabulkan keinginan diri yang kadang hanya untuk hal yang sia-sia?

Aku hanya berharap bahwa Allah akan selalu membersamai, aku berharap Allah akan selalu mengingatkan saat jalan serasa berkelok-kelok, dan terus menuntun ke arah yang lurus, kearah yang dicintaiNya. Untuk apa terus melanjutkan perjalanan di jalan yang Dia tak suka? memang hidup mau kembali ke siapa?

Selalu berusaha nguatin diri untuk terus maju aja, dan yakin sama Allah. Sebelum melakukan apa-apa juga baru sadar harus minta izin dulu sama Allah entah semulia apapun niatnya, biar kalau dibanting sana-sini selalu sadar bahwa menjalaninya juga gak sendiri, tapi Allah membersamai. Sudah, Beres semua urusan.
Ponorogo, 22 Januari 2020
Rizka Ulfiana, 22 th
Perempuan


Komentar